Kadang Kita Hanya Butuh Duduk Sejenak



Sore itu, saya tidak ingin kemanapun.
Kecuali ke sebuah tempat yang sudah sangat lama saya rindukan. Sebuah tempat lapang dari beton yang terbentang di ujung tebing barisan perbukitan sebelah timur Parangtritis, landas pacu Parangndog.

Kadang kala, kita hanya butuh duduk sejenak. Sudah, cukup diam saja. Beberapa saat lalu lari saya terlampau kencang. Saya lelah dan belum sempat mengambil napas. Saya tidak berlari dalam konteks fisik, saya berlari-lari dalam pikiran saya, kapanpun, bahkan di menit-menit sebelum akhirnya jatuh terlelap di kala malam.

Saya duduk, tidak memikirkan masa lalu, pun masa depan. Saya hanya berpikir tentang sekarang. Ya, pada sekarang-yang-sudah-menjadi-kemarin itu saya cuma duduk di tepi landasan memandang bentangan pesisir Parangndog dengan langit biru yang megah. Membiarkan tubuh diterpa angin laut, cahaya matahari sore membelai lembut, memandang langit. Sudah, itu saja.

Ada banyak pertimbangan yang bergejolak dalam diri, kembali bertanya-tanya tentang makna passion dan hidup-dengan-bahagia, ini adalah suatu fase peralihan dalam hidup yang terkadang terasa begitu menyesakkan.

Saya tersadar dari lamunan ketika lagu Surrender berkumandang merdu dari handphone di sebelah saya, lagu favorit kami.
To the future we surrender, life's to live love's to love
...
Let's just celebrate today, tomorrow's too far away.
What keeps you waiting to love? Isn't this what you've been dreaming of?
Legowolah, maka tidurmu akan nyenyak.







*** Sudah hampir satu bulan saya tidak mengupdate blog. Semuanya tersimpan rapi di folder draft, belum ada niat sempurna untuk mengunggahnya. Karena mungkin saya sedang butuh duduk, tidak sejenak, duduk yang lama.