Bumi Halmahera (11) : Sultan Ternate Su Datang!



Saat baru dua minggu 'mendarat' di bumi Halmahera, kami mendapatkan sebuah berita gembira: Sultan Ternate akan datang ke Akelamokao! Ini adalah sebuah momen langka mengingat kedatangan terakhir beliau adalah sekitar tujuh tahun yang lalu. Karena itulah, persiapan untuk menyambut kedatangan Sultan Ternate ke desa ini sudah dilakukan sekitar seminggu sebelum hari H. Berita kedatangannya pun sempat simpang siur dan akhirnya mundur dua minggu dari rencana awal. Akan tetapi, kapanpun Sultan datang, warga akan siap menyambut. Segera setelah pengumuman resmi disebarkan, warga bergotong royong membersihkan dan menghias desa. Pada beberapa malam, ketua pemuda desa mengelilingi desa dan memberitahukan pengumuman kerja bakti menggunakan megaphone. Suaranya keras sekali seperti orang marah-marah, hahaha. Tiga hari sebelum hari H, ibu-ibu sudah mulai menyiapkan banyak sekali hidangan istimewa mulai dari nasi jaha, berbagai kue dan kudapan khas, hingga ikan bakar dan ikan kuah asam yang enaknya bukan main! Untuk acara istimewa ini pula, warga menangkap dan memasak belut sungai yang besarnya sepaha orang dewasa. Konon, belut ini hanya mau keluar ketika Sultan akan datang.

Jalanan desa yang akan dilewati Sultan dengan tandunya menjadi cantik berhiaskan janur-janur yang melengkung. Para ibu berkumpul di Rumah Besar untuk memasak dan mempersiapkan berbagai hidangan yang lezat. Selama di Desa Akelamokao, Sultan Mudzaffar Syah II menginap di Rumah Besar. Saya berkesempatan untuk masuk ke Rumah Besar ini, sayangnya saya nggak bisa memotret kamar Sultan yang katanya diselubungi kain putih tersebut. Rumah ini bentuknya sekilas biasa saja, tapi bagian dalamnya sangat mencerminkan bahwa pemiliknya bukan orang biasa. Rumah Besar terletak di seberang rumah Pak Imam, orang yang dituakan oleh penduduk desa. Pak Imam sendiri masih saudara dari Sultan Ternate dan sebagian besar penduduk Akelamokao adalah keturunan dari Kesultanan Ternate. Karena itulah, Desa Akelamokao ini menjadi satu-satunya yang berbahasa Ternate ketika desa-desa di sekitarnya berbahasa Tobelo dan Gorap. Orang Akelamokao bangga bukan main dengan asal-usulnya, maka tidak heran kalau mereka cukup angkuh dan tidak suka direndahkan :)

***

Ratusan warga yang berpakaian adat kebaya dan kain khas Maluku Utara telah berkumpul di sisi jalanan Trans Halmahera. Sesekali mereka beringsut menyingkir ketika satu dua oto atau truk pengangkut logistik lewat perlahan. Jalan Trans Halmahera menjadi semakin ramai ketika warga mulai menabuh genderang dan gong mengiringi tarian Cakalele yang dibawakan Aulia, seorang pemuda desa Akelamokao. Dengan membawa parang dan tameng sebagai peralatan menari, ia begitu bersemangat menari mengikuti alunan musik di tengah jalan. Semakin bersemangat dan ia menjadi tak terkendali. Tiba-tiba Aulia menjadi histeris dan berteriak-teriak, rupanya ia kesurupan. Dengan segera Aulia dibopong oleh sang kakek untuk ditenangkan dan tarian dilanjutkan oleh penari Cakalele lainnya.

berkumpul di tepi Trans Halmahera
tabuh gongnya!
tandu untuk sultan
cakalele

ibu-ibu dengan kebaya dan sarung
mendapat kehormatan mengangkat tandu Sultan
akhirnya Sultan datang
Kira-kira setengah jam kemudian, sebuah mobil double cabin berplat merah yang diiringi beberapa mobil lain datang dari kejauhan. Manusia yang paling ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Sultan Mudzaffar Syah II dari Kesultanan Ternate datang mengunjungi Desa Akelamokao dan akan menginap selama dua hari. Saat turun dari mobil, Sultan Ternate tidak boleh menginjak tanah. Karena itulah beliau dibawa dengan tandu putih hingga ke Rumah Besar. Sebelum masuk Rumah Besar, kaki Sultan Ternate dibasuh dengan air yang disapukan menggunakan rambut panjang anak perempuan kerabat Sultan. Si anak ini gemetaran dan menangis karena membasuh kaki Sultan.

gladi resik sebelum Sultan datang

berebut air bekas basuhan kaki Sultan
jamuan makan keluarga dan tamu undangan


Saya sempat bingung ketika melihat sosok Sultan Ternate. Tidak ada muka-muka khas timur yang berahang keras atau berkulit cokelat eksotis. Sultan Ternate berkulit putih, bermata cokelat, persis kayak bule! Begitu juga dengan keluarga Pak Imam, seakan-akan saya justru melihat keluarga Minang bukannya keluarga Ternate. Tapi kemudian saya mengangguk paham ketika salah satu keponakan Sultan bercerita bahwa ada orang asing (entah Portugis atau Belanda) di silsilah keluarga Sultan Ternate sehingga anak-anaknya jadi blasteran begitu :p Tapi ini cerita dari warga setempat ya, kebenarannya tidak bisa saya buktikan hehehe.

Sultan Ternate, seperti raja-raja lain di Indonesia, memiliki istri dan banyak selir. Akan tetapi, pemilihan Sultan Ternate berikutnya tidak berdasarkan anak tertua atau dari istri pertama. Pemilihan didasarkan atas diskusi Kesultanan sehingga kita tidak akan tahu siapa raja berikutnya. Sultan Mudzaffar Syah II ini sendiri sudah berumur kira-kira 76 tahun. Wah sudah sepuh juga ya.

Sayangnya, saya tidak banyak mendapatkan info mengenai Sultan Ternate ini. Nama kerajaannya hanya pernah saya dengar sekilas saat pelajaran sejarah SD dulu, dan saat main ke Ternate, saya nggak sempat ke istana kesultanan. Padahal saya yakin ada banyak cerita yang bisa saya dapatkan kalau mampir kesini. Ah, suatu saat nanti!

Yang jelas, saya merasa sangat beruntung sudah dapat melihat secara langsung Sultan yang dibanggakan rakyat Maluku Utara tersebut. Seperti saya yang membanggakan Hamengkubuwono dan keraton Jogjakarta :)

dua gadis yang mengipasi Sultan Ternate


para lelaki berikat kepala putih ini adalah kerabat Sultan