Graduation Trip At A Glance


Tahun 2012 ini nampaknya semesta berkonspirasi untuk terus menerus menjauhkan saya dari hangatnya rumah. Kaki ini menjadi lebih banyak melangkah, mata ini lebih banyak melihat warna-warni, dan tangan tak henti menjabat tangan orang-orang baru yang ditemui sepanjang perjalanan.

Baru kemarin lusa saya pulang dari perjalanan yang lain. Sebulan setelah saya mengikuti upacara wisuda dan resmi menjadi seorang pengangguran, saya bersama ketiga teman lain mulai berjalan lagi ke Timur. Haha baiklah, nampaknya kami semua memang begitu jatuh cinta dengan Bumi Timur.

Pada awalnya saya merencanakan pendakian ke Rinjani sebagai seremonial kelulusan. Foto dengan toga di puncaknya. Haha, iya deh saya emang tipikal orang Indonesia banget, suka dengan selebrasi. Namun saat-saat seperti ini nampaknya tidak cocok untuk mendaki karena musim hujan dan Rinjani pun ditutup untuk pendakian. Sejak awal saya sudah bertekad untuk melakukan paling tidak satu kali perjalanan jauh sebelum akhirnya menyambut realita untuk segera mencari sumber penghidupan.

Bersama seorang teman, kami menjadikan Flores sebagai destinasi utama. Saya teracuni oleh berbagai posting dari teman-teman blogger yang sudah lebih dahulu ke sana. Rupanya cukup sulit mencari orang yang mau ikut trip kere-memble-tapi-banyak-maunya ini. Bongkar pasang anggota terus menerus dilakukan, pun kami sudah sempat putus asa dan legowo jika trip ini terpaksa dibatalkan. Tetapi jodoh memang nggak kemana. Beberapa hari sebelum tanggal keputusan final, dua orang bergabung! Kebetulan mereka pun baru saja lulus dan kami menyebut ini sebagai semacam graduation trip.

Rupanya banyak sekali yang bisa dikunjungi di sekitaran Flobamora sana. Alamnya, penduduknya, sejarahnya, semuanya ada dan tersimpan cantik di Nusa Tenggara. Tetapi apa daya, uang adalah pembatas utama yang membuat kami harus merencanakan trip ini baik-baik. Bahkan sempat ada rencana untuk ikut menumpang pesawat Hercules ke Kupang lalu menyisir dataran Flores dari timur ke barat lalu pulang ke Jogja. Sayangnya jadwal keberangkatan Hercules sangat tentatif dan sempat pula kami baru dapat kabar pada pukul 10 malam bahwa Hercules akan berangkat ke Kupang esok paginya pukul enam. Hahaha, nggak jodoh!

Pada akhirnya kami memutuskan untuk melakukan perjalanan darat untuk menekan biaya. Tiga hari nonstop saya habiskan di jalan untuk dapat mencapai Labuan Bajo, Flores. Naik kereta ekonomi, ganti bis, ganti ferry, bis lagi, ferry lagi, bokong ini rasa-rasanya sudah hapal lekuk tiap moda transportasi yang kami gunakan. Mandi pun bisa tiga hari sekali. Lelah, pasti. Saya sampai bosan tidur dan main uno di sepanjang jalan. Tetapi pergi bersama tiga teman saya ini membuat perjalanan ini menjadi menyenangkan. Untungnya kami punya visi misi yang sama, dan sama-sama setuju bahwa perjalanan semacam ini menjadi lebih kaya dengan segala 'penderitaan' diri yang kami alami.

Kami bertemu banyak sekali orang baik di jalan. Orang Timur memang punya karakter yang keras, tapi hati mereka baik sekali. Mulai dari dua ikat anggur yang diberikan oleh seorang bapak-yang bahkan tidak saya kenal- di bis menuju Sumbawa, hingga pertolongan seorang kru kapal live a board yang mengizinkan kami menginap semalam di kapal mewah tempatnya bekerja. Ada keluarga baik di Labuan Bajo yang tidak mengenal kami tapi mempersilakan kami tidur di rumahnya bahkan menggunakan kamar anaknya selama semalam. Ada juga dua bule gila dari Belanda yang jadi teman ngetrip selama di Komodo. Anak-anak Desa Komodo yang begitu ramah senyum dan suka menyapa para tamu yang datang di desa mereka. Pun telinga kami lebih banyak mendengar cerita-cerita yang beragam. Ada cerita miris dari bapak-bapak yang mengantarkan kami berkeliling dua hari satu malam dengan kapalnya. Keluh kesah para pelaut yang selalu jauh dari rumahnya. Ya, kami belajar banyaaaak sekali dari perjalanan ini.

Sebenarnya saya sudah tak sabar berbagi cerita ini dengan teman-teman semua dan ingin meyakinkan kalian semua bahwa perjalanan ke timur itu bisa dilakukan dengan murah, asalkan kita mau bersabar dan siap menghilangkan ego. Belajar berjalan dengan tidak menjadi siapapun.

Sebenarnya kami belum mau pulang, tapi uang yang sudah benar-benar habis dan mama yang mulai rewel karena tahu uang saya habis membuat kami harus pulang lebih cepat. Ya, pada akhirnya kami hanyalah anak-anak yang merindu harum kasur di rumah sendiri. Debby, Edo, Tege, saya siap untuk kelana jilid dua bersama kalian! :)